Senin, 08 Februari 2010

Perjalanan Spiritual Bujangga Manik (Benarkah Laki-laki Sunda tidak suka mengembara??)

Benarkah Laki-laki Sunda tidak suka mengembara karena Tatar Sunda menyediakan kekayaan alam yang melimpah dan nyaman. Apakah mitos itu dapat dipatahkan oleh“Perjalanan Spiritual Bujangga Manik?”

Mitos laki-laki Sunda tidak senang mengembara dan mencari ilmu dan pengalaman ke berbagai tempat dapat dipatahkan oleh cerita seorang Pangeran dari Kerajaan Pakuan yaitu Bujangga Manik. Pangeran yang berjuluk Bujangga Manik itu mengembara mencari ilmu dengan cara yang unik yaitu menjelajah Pulau Jawa dengan berjalan kaki termasuk menjelajahi Cekungan Bandung. Beliau menziarahi tempat-tempat suci keagamaan yang dilaluinya, menetap di beberapa perguruan dan menuntut ilmu.


Pengalaman pengembaraan Bujangga Manik dituangkan dalam lembaran-lembaran lontar sebagai suatu catatan perjalanan spiritual. Lontar-lontar Bujangga Manik sekarang tersimpan di Perpustakaan Bodleian Oxford Inggris sejak tahun 1927. Interpretasinya telah disusun oleh J.Noorduyn (1982) yang telah diterjemahkan oleh Iskandar Wasid (1984). Bekerjasama dengan KITLV dan LIPI. Perjalanan Spiritual Bujangga Manik ini juga telah diterjemahkan oleh Hawe Setiawan dengan judul buku “Tiga Pesona Sunda Lama”.


Salah satu perjalanan spiritual Bujangga Manik yang luar biasa selama bertahun-tahun menyusuri pengunungan di Jawa Barat diteruskan hingga Semarang dan Demak. Dari sana berbelok ke arah tenggara menuju Gunung Lawu menyusuri kali Brantas hingga ke ibukota Majapahit Trowulan. Dia meneruskan perjalanan hingga ke arah timur Pulau Jawa yakni Blambangan. Mampir ke Pulau Bali, kembali ke selatan ke Rabut Palah (Candi Panataran) yang merupakan pusat keagamaan Kerajaan Majapahit, Bujangga Manik cukup lama tinggal dan berguru. Dari hasil belajarnya Bujangga Manik dengan bangga berujar telah mempelajari berbagai kitab dan bisa berbahasa Jawa.


Selain belajar ilmu keagamaan Bujangga Manik dalam catatannya menurutnya guru yang paling bijak dan hebat adalah alam. Kemudian Bujanga Manik kembali ke Jawa Barat melalui arah selatan Solo, Progo, Purworejo hingga ke Galunggung dan Gunung Papandayan hingga ia menyusuri perbukitan di Cekungan Bandung. Perjalanannya melalui Cekungan Bandung dapat diketahui dengan menyebutkan daerah-daerah yang ia lalui seperti “Aku menyebrang Ci Santi, menanjak Gunung Wayang, setelah aku di sana, tiba di Mandala Beutung ke Belakang bukit Malabar, ke Gunung Guntur, Mandalawangi hingga ke Kendan”.Kerinduan akan tatar Sunda merupakan akhir dari perjalanan Bujangga Manik menemukan kabuyutan di hulu Ci Sokan, Cianjur Selatan.


Adakah ini situs Gunung Padang di Lampegan, Campaka, Cianjur? Bujangga Manik mendeskripsikan tempat terseubt sebagai tempat agung yang berundak-undak, yang kemudia ia benahi dan tinggal di sini sebagai persiapan perjalanan menujua Tuhannya.Begitulah perjalanan spiritual Bujangga Manik seorang Pangeran Kerajaan Sunda yang telah mencatat lebih kurang 450 nama tempat dan lokasi geografis yang dituangkan dalam 1641 baris dalam lontar yang belum lengkap. Perjalanan Spiritual Bujangga Manik ini mengingatkan kita orang Sunda untuk mengenal alam dan lingkungannya, bahwa orang Sunda memiliki jiwa petualang dan pengembara, karena alam tatar Sunda menyediakan alam yang gemah ripah, dan tak terbatas sehingga kerinduan akan kembali ke Tatar Sunda sangat kuat, menurut T. Bachtiar.


(Sumber: dikutip dari buku “Wisata Bumi Cekungan Bandung” karya T.Bachtiar dan Budi Brahmantyo, penerbit Truedee Pustaka Sejati.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar